Pembalakan Liar
Pembalakan liar serta perdagangan hasil hutan secara ilegal dipandang sebagai kontributor terbesar bagi terjadinya deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia. Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 46 sampai 51 mengatur mengenai 4 (empat) macam perlindungan hutan, yaitu perlindungan atas: (1) Hutan; (2) Kawasan hutan; (3) Hasil hutan, dan (4) Investasi.
Tinjauan Hukum terhadap Pembalakan Liar
1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013
Undang-Undang ini mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, termasuk pembalakan liar. Namun, penerapannya sering kali menimbulkan kontroversi, terutama ketika melibatkan masyarakat lokal yang tinggal di dalam atau sekitar kawasan hutan. Penelitian yang dilakukan oleh Renada Cipta Dewa dan Evi Retno Wulan (2024) menjelaskan bahwa penerapan sanksi pidana yang berat terhadap masyarakat lokal tidak mencerminkan keadilan, sebab tidak mempertimbangkan alasan kebutuhan dasar pelaku. Oleh karena itu, mereka merekomendasikan penerapan keadilan restoratif dan pemberdayaan masyarakat lokal sebagai pendekatan alternatif.
2. Efektivitas Penegakan Hukum
Penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging di Kabupaten Nagan Raya, Aceh, menunjukkan bahwa meskipun terdapat kasus yang tercatat, tindakan dari aparat penegak hukum dinilai masih kurang efektif. Data dari Kantor Bagian Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) dan Polres Nagan Raya menunjukkan bahwa meskipun terdapat kasus illegal logging, jumlah tindakan hukum yang diambil masih terbatas. Hal ini mengindikasikan terdapat permasalahan dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging di daerah tersebut.
3. Peran Polisi Hutan
Polisi hutan berperan utama dalam menyelesaikan permasalahan pembalakan liar. Di Kabupaten Jembrana, Bali, polisi hutan bertugas untuk mengawasi setiap aktivitas yang dapat menyebabkan kerusakan pada kawasan hutan. Namun, terdapat beberapa faktor penghambat dalam pelaksanaan tugas mereka, seperti medan yang sulit, keterbatasan sarana dan prasarana, serta kurangnya koordinasi dengan masyarakat setempat. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kapasitas dan koordinasi antara aparat penegak hukum dan masyarakat untuk efektifitas penanggulangan illegal logging.
Kendala dalam Penegakan Hukum
Beberapa kendala yang dihadapi dalam penegakan hukum terhadap pembalakan liar antara lain:
- Kurangnya Sumber Daya Manusia: Keterbatasan jumlah polisi hutan dan aparat penegak hukum lainnya.
- Terbatasnya Sarana dan Prasarana: Keterbatasan fasilitas seperti kendaraan patroli dan peralatan lainnya.
- Koordinasi yang Lemah: Kurangnya koordinasi antara aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan masyarakat setempat.
- Sanksi yang Tidak Efektif: Sanksi pidana yang dijatuhkan sering kali tidak memberikan efek jera bagi pelaku illegal logging.
Upaya Penanggulangan
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi pembalakan liar antara lain:
- Penerapan Keadilan Restoratif: Pendekatan yang lebih humanis dengan melibatkan pelaku, korban, dan masyarakat dalam proses penyelesaian kasus.
- Pemberdayaan Masyarakat Lokal: Memberikan edukasi dan alternatif mata pencaharian kepada masyarakat sekitar hutan agar tidak terlibat dalam illegal logging.
- Peningkatan Kapasitas Aparat Penegak Hukum: Melakukan pelatihan dan peningkatan fasilitas bagi polisi hutan dan aparat terkait.
- Koordinasi yang Lebih Baik: Meningkatkan koordinasi antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan illegal logging.