Overmacht ( Keadaan Memaksa) dalam Hukum Perdata Indonesia

I. Pendahuluan

Dalam praktik hubungan perdata, para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian diharapkan melaksanakan kewajibannya sesuai dengan isi perjanjian tersebut. Namun, dalam kenyataannya, tidak jarang pihak yang bersangkutan mengalami hambatan karena suatu keadaan yang berada di luar kendalinya. Dalam hukum perdata, keadaan ini dikenal sebagai overmacht atau force majeure.

Overmacht dapat membebaskan debitur dari tanggung jawab hukum karena ketidakmampuannya untuk melaksanakan prestasi. Artikel ini akan membahas definisi, unsur, jenis, dan akibat hukum dari overmacht

II. Definisi Overmacht

A. Secara Yuridis

Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata menjadi dasar hukum dari overmacht.

  • Pasal 1244 KUHPerdata mengatur tentang kewajiban mengganti kerugian apabila tidak dilaksanakan perjanjian, kecuali jika ada alasan sah.
  • Pasal 1245 KUHPerdata menyatakan bahwa “Tidak ada penggantian biaya, kerugian, atau bunga bila karena keadaan memaksa atau hal-hal yang tak disengaja, debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya.”

B. Pengertian Umum

Overmacht adalah keadaan yang memaksa atau kejadian yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya, yang menghalangi salah satu pihak dalam kontrak untuk memenuhi kewajibannya.

III. Unsur-unsur Overmacht

  1. Terjadi peristiwa luar biasa atau tidak terduga
  2. Peristiwa tersebut berada di luar kekuasaan dan kehendak para pihak
  3. Tidak dapat dicegah meskipun telah dilakukan upaya maksimal
  4. Mengakibatkan tidak terlaksananya prestasi atau kewajiban

Contoh: bencana alam, peperangan, pandemi, kebakaran besar, pemogokan massal, peraturan pemerintah yang tiba-tiba membatasi kegiatan usaha, dll.

IV. Jenis Overmacht

1. Overmacht Absolut (Absolute Force Majeure)

Yaitu kondisi di mana prestasi benar-benar tidak mungkin dilaksanakan oleh siapa pun dalam keadaan tersebut. Misalnya, terbakarnya gudang penyimpanan barang.

2. Overmacht Relatif (Relative Force Majeure)

Yaitu kondisi di mana prestasi masih bisa dilakukan oleh pihak lain, tetapi tidak bisa dilakukan oleh pihak tertentu karena alasan yang sah, seperti sakit parah atau kerusakan mesin pabrik secara total.

V. Akibat Hukum Overmacht

  1. Debitur dibebaskan dari kewajiban ganti rugi (Pasal 1245 KUHPerdata)
  2. Perjanjian dapat dibatalkan atau dihentikan secara sepihak
  3. Pihak yang terkena force majeure harus membuktikan bahwa peristiwa tersebut memang overmacht

VI. Contoh Kasus Riil

Kasus: Pandemi COVID-19
Banyak kontraktor tidak bisa menyelesaikan proyek konstruksi tepat waktu karena lockdown dan larangan kerumunan. Pengadilan dalam beberapa kasus mengakui pandemi sebagai force majeure, sepanjang ada bukti bahwa keterlambatan memang di luar kendali pihak terkait.

VII. Legal Opinion dari Werkudoro & Partners Law Firm

Legal Opinion Werkudoro & Partners:

Berdasarkan telaah hukum terhadap ketentuan Pasal 1245 KUHPerdata, serta praktik peradilan di Indonesia, kami memandang bahwa overmacht dapat menjadi alasan sah untuk membebaskan tanggung jawab hukum bagi pihak yang gagal memenuhi kewajibannya, selama peristiwa tersebut benar-benar di luar kendali dan tidak dapat diantisipasi.

Kami menyarankan agar setiap perjanjian mencantumkan klausa force majeure secara rinci, termasuk daftar peristiwa yang dianggap sebagai overmacht dan prosedur pemberitahuannya. Hal ini untuk menghindari multi-tafsir dan memperkuat posisi hukum klien di kemudian hari.

Dalam setiap pembuktian overmacht di pengadilan, beban pembuktian berada pada pihak yang mengklaim. Oleh karena itu, dokumentasi yang kuat atas peristiwa tersebut sangat krusial.

Selain itu, kami menganjurkan negosiasi terlebih dahulu sebelum menempuh jalur litigasi, agar hubungan hukum dan bisnis tidak rusak secara permanen akibat satu peristiwa luar biasa yang sebenarnya bisa dimaklumi secara wajar.

VIII. Kesimpulan

Overmacht merupakan doktrin hukum penting yang memberikan perlindungan kepada pihak yang benar-benar tidak dapat melaksanakan kewajiban karena alasan yang sah dan tidak terduga. Penerapannya harus cermat dan didukung oleh bukti yang cukup, serta sebaiknya diatur secara eksplisit dalam setiap kontrak perdata.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top